Cerpen “Kutukan Perempuan Celaka” karya Felix K Nesi bercerita tentang tokoh saya yang cemas dan tidak bisa tidur sedetik pun, bukan karena tajamnya silet yang membuat ia takut bahkan anjing menggonggong dan angin lembut seolah sedang bernyanyi pengantar lagu tidur namun ia tetap terjaga karena akan menghadapi kenyataan bahwa beberapa jam lagi kulup burungnya akan dipotong tanpa bius akan tetapi bukan itu juga yang membuat takut sebab sesudah kulup itu dipotong tokoh saya akan mati, karena telah dikutuk mati sesudah sunat oleh sang ibunda.
Memang bersunat itu bukan hanya proses memotong kulup burung, ada dua ritual yang harus dijalankan sebelum siap disunat, yaitu Ritual nain fatu mengharuskan untuk mengakui dosa dan ritual sifon mengharuskan untuk menyetubuhi perempuan tua. Mengingat pengalaman teman-temannya yang sudah sunnat, mereka sebelum kulup burungnya dipotong harus memilih beberapa batu kerikil di tepi sungai sesuai dengan jumlah perempuan yang pernah ia setubuhi sebelumnya lalu melemparkan jauh-jauh ke tengah sungai, terlihat sederhana namun jumlah kerikil harus tepat jika salah hitung atau tidak sengaja mengurangkan atau melebih-lebihkan jumlah yang sebenarnya maka kutukan luhur akan turun kemalangan.
Contoh temannya yang menjadi korban ialah Siub Sufnoni yang tiap akhir minggu main perempuan di Pelacuran Karang Dempel lupa berapa banyak perempuan yang sudah disetubuhi, saking banyaknya ia hanya mengira-ngira jumlahnya dan perkiraannya meleset. Seharusnya tiga puluh delapan, hanya menghitung tiga puluh dua. sesudah kulup burungnya dipotong luka sunatnnya tidak pernah sembuh meskipun telah diremas dengan segala ramuan dan mantra kuno. Seminggu setelah disunat burungnya yang malang itu berubah kebiruan, bernanah, dan berbau busuk, akhirnya ia mati dan dikuburkan bersama orang-orang terkutuk dan para pengkhianat negara.
Tidak hanya itu masih banyak lagi laki-laki lain yang terkena kutuk dan mati menggenaskan sebab kesalahan nain fatu, mereka bisa saja membohongi orang-orang hidup namun mereka tak bisa membohongi para leluhur. Yang menjadi masalah saat ini adalah tokoh saya masih tidak tau berapa jumlah perempuan yang sudah disetubuhi. Karena ada satu perempuan bernama Neeta seorang lonte favorit yang ada di perkampungan tanaha jawa, ia pernah diam-diam ingin menyetubuhi Netta tapi takut pada Tuhan Yesus dan juga setiap kali ingin menyetubuhi Netta ia teringat pada adik perempuannya yang bernama Eta membayangkan apabila adiknya adalah lonte dan didatangi ramai-ramai oleh laki-laki, apakah hatinya akan sejahat itu membiarkan?
Tapi naas hingga suatu malam ada kejadian pada saat pesta tokoh saya meneguk banyak sekali minuman keras hingga teller dan mabuk hingga akhirnya pukul dua dini hari tokoh saya kencing didekat kendang babi am teutfatu sambal berbincang-bincang dengan seekor babi gemuk mirip tuan presiden
“Saya kekenyangan” katanya,
“Saya Kemabukan” katanya,
Selebihnya tokoh saya tidak mengingat apa-apa dan tiba-tiba terbangun dengan keadaan telanjang bulat bersama Neeta yang telanjang juga, tapi tokoh saya tidak mengingat apa-apa dan juga tidak mengenal kamar itu sama sekali. Hal itu yang membuat tokoh saya lupa dan tidak ingat berapa harusnya jumlah perempuan yang sudah ia setubuhi karena ia tidak ingat apakah dengan Neeta kemarin melakukan persetubuhan atau tidak.
Karena setelah dihitung-hitung dalam seluruh hidup tokoh saya hanya menyetubuhi dua perempuan yaitu Ain Liko janda tua itu dan cucunya Lita yang berusia enam tahun. Tokoh saya sangat sering menyetubuhi mereka kadang dalam satu malam bisa bergantian menyetubuhi mereka berdua dan kadang bingung mau memilih yang mana, vagina yang tua keriput atau vagina yang kecil sempit? Hanya mereka berdua Ain Liko dan Lita yang masuk dalam kategori pernah tokoh saya setubuhi, perempuan yang lain tidak.
Tapi di sisi lain tokoh saya benar-benar tidak mengingat apa yang terjadi padanya dan Netta kala itu, ia pun berusaha mencari Netta kemanapun itu tapi ternyata ia telah lama tiada kabar, padahal sudah dicari di kampung, di Pelacuran Karang Dempel, ke Gereja juga siapa tau memang sudah bertaubat Netta akan tetapi tidak ada ia bak hilang ditelan bumi.
Sesudah berusaha mengingat tokoh saya memang tidak ingat apapun dan tidak menemukan jawabannya. Tapi satu hal yang ia pikirkan sepertinya tokoh saya telah dikutuk dan harus mati sesudah disunat karena ia mengingat kembali perkataan ibundanya sebelum menggantung diri, pastilah perempuan celaka itu mengutuk tokoh saya dengan mantra dari Teuftuka : Paleo mhe nesan naijan, paleo mhe fula isubai manas.
KRITIK SECARA SOSIOLOGI
Sosiologi Sastra adalah memahami fenomena karya sastra yang dibaca dalam hubungannya berkaitan dengan aspek sosial, struktur masyarakat, dan proses interaksi sosial yang ada di masyarakat. Dalam cerpen “Kutukan Perempuan Celaka” menunjukkan bahwa tubuh perempuan itu sebagai pemuas seks. Tubuh perempuan menjadi bahan pengoyakan bagi laki-laki tak masalah vagina harus melayani sana sini dan menjadi lonte adalah sebutan seorang wanita bernama Neeta yang biasa tinggal di Pelacuran Karang Dempel. Bahkan yang lebih parah tak peduli dengan siapa bercinta yang penting bahagia semata seperti yang digambarkan oleh tokoh Ibu beliau mengggantung diri setelah anaknya yaitu tokoh “saya” mengobok-ngobok vaginanya dengan tangannya sendiri, sesudah memergoki sang ibu memberi diri untuk diobok-obok oleh Am Teufatu. Lantas karena itu pula sang ibu memberi kutukan pada tokoh “ saya” bahwa ia akan mati sesudah disunat karena memang benar tokoh “saya” tidak dapat mengingat berapa kali perempuan yang sudah disetubuhi selain janda tua Ain Liko dan cucunya yang masih belia 6 tahun maka ia gagal menjalankan ritual nain fatu.
Jika dianalisis secara sosiologis dari cerpen kutukan perempuan celaka ini memberi stereotip bahwa ternyata seks itu lebih menarik ketika kita tidak terikat pada suatu ikatan pernikahan karena bisa bebas melakukan seks dimanapun dan dengan siapapun entah itu ibu, perempuan malam atau yang biasa disebut lonte, janda bahkan sampai anak belia yang masih dibawah umur. Sangat mengonstruksikan bahwa tubuh perempuan hanya sebagai pelayan seks saja dan bahkan tidak ada jaminan keamanan di suatu tempat hanya hukum alam yang berlaku entah bagaimana hukum negara menindaklanjuti tidak dibahas dalam cerpen ini. hukum alam dengan sebuah kutukan sepeerti yang dialami beberapa teman tokoh “saya” tidak selamat sehabis disunat karena tidak dapat mengetahui jumlah pasti berapa perempuan yang telah disetubuhi.
UNSUR INTRINSIK CERPEN
1. TEMA
Tema adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita, dalam cerpen “Kutukan Perempuan Celaka” menurut saya memiliki tema karma , sebagaimana yang terdapat pada paragraf ke 2 terakhir “ sebelum menggantung diri, pastilah perempuan celaka itu mengutuk tokoh saya dengan mantra dari Teuftuka : Paleo mhe nesan naijan, paleo mhe fula isubai manas”.sebuah mantra atau doa buruk yang diucapkan dari sang ibunda tokoh “saya” setelah terjadi hubungan seks antara keduanya dan dipergoki oleh Teuftuka. Pada kalimat tersebut bahwasannya pelaku utaam mendapat karma atau kutukan dari sang ibunda karena seks tersebut.
2. ALUR
Alur berdasarkan urutan waktu dibagi menjadi tiga yaitu alur maju, mundur, dan alur campuran. Pada cerpen “Kutukan Perempuan Celaka” menggunakan alur campuran karena peristiwa yang digambarkan urutannya peristiwa dari awal ke akhir kemudian mengingat lagi flasbcak pada saat dahulu dan kembali lagi dengan penyelesaian diakhir. di buktikan dengan kalimat “ memanglah dahulu Tanta Marta Guru SMP Koknaba itu hanya suka memainkan burung saya dengan jari atau lidahnya” artinya mengingat lagi masa-masa terdahulu kemudian kembali lagi nanti alurnya ke masa kini.
3. PENOKOHAN
Tokoh “Saya” pada cerpen “Kutukan Perempuan Celaka” memiliki watak seperti predator seksual karena selain bersetubuh dengan janda juga masih bersetubuh dengan anak yang masih belia berusia 6 tahun.
Tokoh Ibu pada cerpen “Kutukan Perempuan Celaka” memiliki watak impulsif, melakukan sesuatu tanpa dipikir terlebih dahulu seperti memberikan karma untuk anaknya dan menggantung diri. Siub Sufnoni, Neon Panpelo, Rius Bakase sebagai laki-laki korban dari hukum alam ritual nain fatu.Tina, Sinta, Netta sebagai seorang Perempuan Pelacur. Unutaeklele, Usikininbad, Om Kaikalus, Usi Taesleko sebagai saudara / kerabat dari tokoh “saya” Ain Liko dan Lita sebagai janda tua di kampung tersebut dan Lita adalah cucunya yang masih berusia 6 tahun.
4. LATAR
- Latar Waktu
Pada malam hari, pada musim hujan,
- Latar Tempat
Di tepi sungai, Di Pelacuran karang dempel, Kampung Bitofiukbalu, di dalam penjara, di lereng Gunung Fatukilo, Sungai Koknaba, di dekat kendang babi, Bukit Faotbubu, Rumah Ainliko, Timor Timur, Timor Barat, Kamar, Balai-balai dapur.
- Latar Suasana
Tegang, Ketakutan, Cemas
5. SUDUT PANDANG
Pada Cerpen “Kutukan perempuan Celaka” menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu ( saya ) dibuktikan dengan kalimat “malam sebelum disunat saya ketakutan dan tidak bisa terlelap barang sedetik”
6. AMANAT
Hargai perempuan, jangan konstruksikan tubuhnya sebagai pemuas seks. Layaknya lonte jika ia sudah berubah itu manusia bukan alat pemuas seks yang vaginanya bisa kau bagi untuk melayani sana sini. Dan sebagai perempuan cintailah diri sendiri, rawat diri sendiri sebelum mencintai dan merawat orang lain.
Lewat kritik dan tulisan ini penulis ingin menyampaikan bahwa tubuh perempuan diciptakan bukan untuk dikoyak sana sini gonta ganti oleh laki-laki, pahami bukankah laki-laki dan perempuan itu harus setara begitupun juga dalam masalah bercinta? Begitu juga dengan perempuan seorang ibu jangan mudah menyalakan kutukan atau akan berujung penyesalan dan yang terpenting cintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain.
Penulis: Ina Yatun khoiriyah (Anggota aktif UKM-F Riset 2022)