Bahasa Madura Halus : Harta Karun Yang Terlupakan

Setiap wilayah di Indonesia pasti memiliki budaya dan ciri khas masing masing daerah
seperti bahasa daerah yang beragam . Bahasa daerah ini tidak hanya berfungsi sebagai alat
komunikasi dalam marga dan masyarakat daerah setempat saja tapi juga sebagai cerminan nilai
nilai luhur masyarakat di daerah tersebut. Sama halnya dengan daerah daerah lain seperti Jawa
dan Sunda yang memiliki bahasa daerah sendiri suku Madura juga memiliki bahasa daerah
yang tidak lepas dari nilai nilai luhur nenek moyang, yang terbagi dalam beberapa tingkatan
yakni Penu1). Enje’- iyeh (bahasa tidak sopan jika digunakan kepada yang lebih tua : bahasa ini
biasanya digunakan oleh individu yang sepantaran atau dari yang lebih tua ke yang lebih muda
) , 2).Engghi-enten (bahasa sopan: biasanya digunakan kepada yang lebih tua dan para
perangkat desa), 3).Engghi-bhunten (bahasa yang sangat halus dan sopan : tingkatan ini
biasanya digunakan ketika berbicara kepada para ulama,kyai atau guru guru).

Setiap tingkatan bahasa tersebut memiliki karakter dan kaidah kaidah tertentu sehingga
penggunaan bahasanya juga berbeda atau dengan kata lain digunakan untuk membedakan
dengan siapakah kita berbicara. Di daerah Sumenep bahasa Madura halus (engghi-enten dan
engghi bhunten) sangat dijaga dan dianggap sebagai nilai nilai budaya bahkan dianggap juga
sebagai tolak ukur (barometer) nilai ukur kesopanan dari individu . Tapi seiring dengan
berkembangnya zaman eksistensi bahasa Madura halus sendiri sudah mulai memudar dan
hilang di kalangan remaja muda dan sudah mulai tergantikan dengan tingkatan bahasa Madura
enje’-iyeh.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti : modernisasi dan globalisasi, pergeseran
nilai, kurangnya perhatian terhadap pengajaran bahasa Madura halus di sekolah sekolah atau
madrasah madrasah , status sosial yang dianggap lebih tinggi jika menguasai bahasa Indonesia.
Maka, sebagai pemuda Madura sudah menjadi tugas kita untuk tetap menggunakan dan
melestarikan budaya bahasa Madura halus , karna jika bukan kita sebagai agen penggerak lalu
siapa lagi? Harta Karun yang seharusnya dibanggakan tapi malah diabaikan. Banyak hal yang
bisa kita lakukan dalam melestarikan dan menanamkan budaya berbahasa halus, hal itu berawal
dari diri kita sendiri misalnya : konsisten (Istiqomah) dalam menggunakan bahasa Madura
halus kepada orang tua dan kepada tetangga kita yang posisinya lebih tua dari kita, dengan
begitu sedikit banyaknya akan ada perubahan di lingkungan sekitar kita.

Penulis : Ayunda Ratjna (Anggota UKM-F Riset)