Kebun Binatang Surabaya Sebagai Mesin Ekonomi: Peluang, Tantangan, dan Masa Depan

Pendahuluan

Kebun Binatang Surabaya (KBS) bukan hanya sekadar ruang rekreasi dan konservasi, melainkan potensi laten ekonomi yang besar di tengah dinamika urban Kota Surabaya. Didirikan pada 1916, KBS telah menjadi ikon sejarah dan kebudayaan kota. Letaknya yang strategis di pusat kota, ditambah dengan kepemilikan aset biologis dan ekologis yang langka, menjadikan KBS sebagai salah satu entitas pariwisata yang memiliki efek pengganda (multiplier effect) terhadap sektor ekonomi lainnya di kota ini (Ayuningtyas & Usriyah, 2020).

Perubahan paradigma dalam pengelolaan kebun binatang dari sekadar tempat penampungan satwa menuju destinasi wisata edukatif dan berwawasan konservasi, membuat KBS menempati posisi strategis dalam kerangka ekonomi kreatif perkotaan. Menurut Revida (2024), peran lembaga konservasi seperti kebun binatang saat ini harus dilihat sebagai lokus ekonomi, ekologi, dan edukasi yang saling terintegrasi. Hal ini sejalan dengan tren global di mana institusi konservasi satwa diposisikan sebagai daya tarik wisata sekaligus pusat inovasi pembelajaran lingkungan.

Perkembangan pariwisata kota mendorong KBS menjadi magnet ekonomi yang tidak hanya mengandalkan kunjungan wisatawan, tetapi juga memicu pertumbuhan sektor informal di sekitarnya seperti pedagang kaki lima, ojek daring, penginapan, hingga UMKM cendera mata. Penelitian oleh Widyastuti & Pramana (2021) menyebutkan bahwa kebun binatang memberikan kontribusi tidak langsung terhadap perekonomian mikro dengan menciptakan rantai nilai yang mendukung ekosistem usaha lokal.

Meski memiliki potensi tersebut, tantangan manajerial, isu kesejahteraan satwa, dan persepsi publik terhadap reputasi KBS masih menjadi beban historis yang harus diatasi. Salah satu kelemahan utama yang disoroti oleh Fitaloka & Darmawan (2025) adalah ketidakseimbangan antara kapasitas institusional dan tuntutan modernisasi yang diperlukan untuk bersaing sebagai destinasi wisata unggulan. Ini menyebabkan gap antara ekspektasi publik dan kenyataan di lapangan.

Meskipun begitu, sejak beberapa tahun terakhir, transformasi manajerial KBS yang dilakukan melalui penguatan kelembagaan dan kerja sama lintas sektor mulai menunjukkan hasil. Peluncuran program wisata edukatif virtual di masa pandemi, sebagaimana dikaji oleh Noviyanti & Pratiwi (2024), menjadi bukti bahwa KBS mulai berani berinovasi dalam bentuk baru yang menggabungkan teknologi dan konservasi. Program ini membuka peluang baru di sektor ekonomi digital pariwisata edukatif.

Lebih dari sekadar atraksi rekreasi, kebun binatang modern harus menjadi representasi kota cerdas (smart city) yang inklusif dan ramah lingkungan. Konsep “ekowisata urban” yang semakin populer membuka ruang bagi KBS untuk mengintegrasikan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam strategi jangka panjangnya. Dalam konteks ini, KBS dapat menjadi percontohan bagaimana pengelolaan kawasan konservasi di perkotaan bisa bersinergi dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Dengan demikian, penting untuk mengkaji secara lebih dalam bagaimana KBS dapat memainkan peran strategis sebagai mesin ekonomi lokal. Tulisan ini berusaha mengupas peluang ekonomi dari keberadaan KBS, tantangan struktural dan institusional yang dihadapi, serta menyusun kerangka masa depan yang menjadikan KBS bukan hanya aset sejarah, tetapi juga pusat pertumbuhan ekonomi perkotaan berbasis konservasi dan pariwisata.

Isi dan Pembahasan

Kebun Binatang Surabaya memiliki peluang ekonomi yang besar jika dikelola secara holistik dan progresif. Sebagai salah satu destinasi wisata terbesar di Jawa Timur, KBS mampu menarik lebih dari satu juta pengunjung setiap tahun sebelum pandemi. Tingginya angka kunjungan tersebut mencerminkan potensi pemasukan langsung dari tiket masuk, serta pendapatan tidak langsung dari sektor penunjang seperti transportasi, perhotelan, dan kuliner (Rahmatin et al., 2023). Dalam skema pembangunan ekonomi lokal, keberadaan KBS dapat diperhitungkan sebagai pusat aktivitas ekonomi kreatif berbasis pengalaman.

Lebih dari sekadar pemasukan finansial, KBS juga menyediakan platform penting bagi pengembangan edukasi lingkungan dan konservasi satwa. Keterlibatan lembaga pendidikan dan komunitas dalam kegiatan edukatif di KBS memperkuat peranannya sebagai ruang publik yang mendidik dan memberdayakan (Puspitasari et al., 2021). Program-program edukasi satwa yang dikembangkan di KBS membuka peluang kerja sama dengan institusi akademik dan LSM lingkungan, yang jika dikelola dengan baik akan memperluas dampak ekonominya dalam jangka panjang.

KBS juga dapat menjadi katalisator urban branding Surabaya sebagai kota hijau dan berkelanjutan. Dalam studi perencanaan tata kota, ruang konservasi seperti kebun binatang berperan strategis dalam mewujudkan keseimbangan ekologis. Menurut Dimas (2020), keberadaan kawasan hijau yang terintegrasi dengan pariwisata edukatif mampu meningkatkan daya saing kota, menarik investasi, dan menciptakan identitas kota yang unik.

Meskipun begitu, terdapat pula tantangan signifikan dalam mewujudkan fungsi ekonomi tersebut. Salah satu masalah utama adalah tumpang tindih kewenangan antara pemerintah daerah dan pengelola KBS, yang menyebabkan kurangnya efisiensi dalam implementasi program konservasi dan promosi wisata. Studi oleh Widodo et al. (2023) mengungkapkan bahwa kolaborasi antar pemangku kepentingan masih belum optimal, sehingga menimbulkan inefisiensi dalam tata kelola dan pelayanan publik.

Permasalahan lainnya adalah persepsi publik yang masih negatif terhadap kondisi kesejahteraan satwa dan kebersihan lingkungan KBS. Reputasi historis KBS yang pernah dikritik oleh media nasional terkait penelantaran satwa masih membekas di benak masyarakat. Untuk itu, diperlukan strategi komunikasi publik dan rebranding yang terstruktur. Menurut Azhari (2022), optimalisasi media sosial dan kampanye digital bisa menjadi cara efektif untuk mengubah citra lembaga konservasi di era digital.

Inovasi digital juga menawarkan peluang baru bagi pengembangan ekonomi KBS. Program wisata virtual, sistem tiket daring, dan pengalaman berbasis augmented reality (AR) dapat membuka pasar baru, khususnya dari kalangan generasi muda yang melek teknologi. Pengembangan aplikasi interaktif edukasi satwa dapat membuka kolaborasi dengan startup edutech dan pengembang konten kreatif lokal. Hal ini akan memperkuat posisi KBS sebagai pelopor digitalisasi sektor konservasi di Indonesia (Noviyanti & Pratiwi, 2024).

Selain itu, kolaborasi internasional dalam bentuk sister-zoo partnership atau lembaga donor lingkungan dapat memberikan insentif finansial dan teknis untuk modernisasi fasilitas dan pelatihan sumber daya manusia. Dalam praktik internasional, zoo partnership terbukti mampu meningkatkan standar kesejahteraan satwa dan keberlanjutan finansial melalui pertukaran pengetahuan dan investasi lintas negara (Sunarminto et al., 2016). KBS harus berani membuka jejaring ini demi pembaruan kelembagaan yang lebih maju.

Masa depan KBS sebagai mesin ekonomi tidak bisa dilepaskan dari keseriusan pemerintah daerah untuk menjadikan konservasi sebagai bagian integral dari pembangunan kota. Perumusan kebijakan publik yang mendukung skema insentif pajak bagi pelaku usaha di sekitar KBS, penyediaan dana hibah untuk kegiatan edukatif, serta pelibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan, akan menjadi penentu utama keberhasilan peran ekonomi KBS dalam jangka panjang.

Penutup 

Dengan potensi strategis sebagai destinasi wisata, ruang konservasi, dan pusat ekonomi kreatif, Kebun Binatang Surabaya dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang berkelanjutan jika dikelola dengan pendekatan terpadu dan berbasis kolaborasi. Peluang-peluang besar yang ditawarkan KBS hanya akan terwujud jika tantangan manajerial dan persepsi publik dapat ditangani secara sistematis. Masa depan KBS bukan sekadar tentang kelestarian satwa, tetapi tentang bagaimana sebuah institusi warisan bisa dikonversi menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi urban berbasis ekologi dan inovasi.

Daftar Pustaka

Azhari, I. M. (2022). Strategi marketing public relations dalam rebranding Kebun Binatang Surabaya melalui pengoptimalan akun Instagram sebagai media promosi. Universitas Bhayangkara Surabaya. http://eprints.ubhara.ac.id/1575/1/Skripsi%20Irza%20Maulana%20Azhari%20-%20Humas%201813211002.pdf

Ayuningtyas, D. D., & Usriyah, N. N. (2020). Peran BUMD dalam meningkatkan PAD Surabaya (Studi kasus Kebun Binatang Surabaya). Jurnal Sosial Ekonomi dan Politik (JSEP), 1(1), 45–59. http://www.jsep.sasanti.or.id/index.php/jsep/article/download/4/12

Dimas, P. A. (2020). Perancangan museum zoologi di Kota Surabaya. Repositori Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. http://repository.untag-sby.ac.id/4407/8/JURNAL.pdf

Fitaloka, E. D., & Darmawan, D. (2025). Aksesibilitas, perilaku masa lalu, citra destinasi, pencarian kebaruan dan sikap individu terhadap niat mengunjungi kembali wisata Kebun Binatang di Surabaya. YUME: Journal of Management, 8(2), 99–113. https://www.journal.stieamkop.ac.id/index.php/yume/article/download/8441/5525

Noviyanti, U. D. E., & Pratiwi, F. M. (2024). Paket wisata edukasi Surabaya Zoo Virtual sebagai inovasi wisata di masa pandemi COVID-19: Surabaya Zoo Virtual Educational Tour. Pesona Pariwisata, 2(1), 33–45. https://peta.upnjatim.ac.id/index.php/peta/article/download/65/44

Puspitasari, A., Masy’ud, B., & Sunarminto, T. (2016). Nilai kontribusi kebun binatang terhadap konservasi satwa, sosial ekonomi, dan lingkungan fisik: Studi kasus Kebun Binatang Bandung. Media Konservasi, 21(3), 145–155. https://journal.ipb.ac.id/index.php/konservasi/article/view/15868

Revida, E., & Harahap, A. G. D. (2024). Kinerja Perusahaan Umum Daerah dalam pengembangan pariwisata Kebun Binatang. Governance: Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 7(1), 1–10. http://governance.lkispol.or.id/index.php/description/article/download/156/161

Widodo, D., Pratiwi, S. R. D., & Radjikan, R. (2023). Efektivitas penerapan collaborative governance dalam pengelolaan wisata Kebun Binatang Surabaya. PRAJA Observer: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 5(2), 77–90. https://aksiologi.org/index.php/praja/article/download/1064/729

 

Penulis : Rangga dan Teguh

Editor : Bayu