Kebun Binatang Surabaya (KBS) bukan sekadar tempat rekreasi keluarga. Di balik jeruji kandang dan suara riuh pengunjung, tersimpan gambaran nyata tentang bagaimana masyarakat memandang alam, pendidikan, hingga nilai-nilai sosial. Didirikan pada 31 Agustus 1916, kebun binatang Surabaya adalah salah satu kebun binatang tertua di Asia Tenggara, dan dulu sempat disebut sebagai yang terlengkap. Namun seiring waktu, perhatian publik terhadap KBS bukan hanya soal koleksi hewannya, tetapi juga soal kondisi hewan, pengelolaan, dan tanggung jawab sosial.
Dulu, banyak yang menganggap kebun binatang hanya sebagai tempat hiburan atau destinasi wisata keluarga murah meriah. Namun, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi dan perlindungan satwa, peran KBS mulai dipahami secara lebih luas. Ia bukan lagi sekadar tempat melihat hewan liar dari balik kandang, melainkan juga ruang pembelajaran yang penuh nilai-nilai sosial dan lingkungan.
Kebun Binatang Surabaya memainkan peran penting sebagai media edukasi luar kelas, terutama bagi anak-anak dan pelajar. Dengan biaya yang sangat terjangkau, Kebun Bintang Surabaya menjadi tempat belajar langsung mengenai keanekaragaman hayati—pelajaran yang sulit didapat dari buku saja. Anak-anak bisa melihat gajah, harimau, komodo, burung-burung eksotis, dan berbagai hewan lainnya sambil belajar mengenai habitat, pola makan, hingga ancaman terhadap kelangsungan hidup hewan-hewan tersebut. Namun, lebih dari itu, Kebun Binatang Surabaya juga mengajarkan nilai-nilai sosial yang mendalam: empati terhadap makhluk hidup, kepedulian terhadap nasib hewan yang terancam punah, serta pentingnya kolaborasi antara manusia dan alam. Banyak sekolah yang menjadikan Kebun Bintang Surabaya sebagai bagian dari kurikulum pembelajaran sosial dan lingkungan, menjadikannya wahana yang sangat efektif untuk membentuk karakter generasi muda.
Kebun Binatang Surabaya sempat mengalami masa kelam. Beberapa tahun lalu, isu tentang buruknya pengelolaan Kebun Bintang Surabaya menjadi perhatian nasional bahkan internasional. Beberapa hewan dilaporkan mati dalam kondisi tidak wajar. Gambar-gambar hewan kurus, kandang kumuh, dan manajemen yang dipertanyakan memicu respons publik yang luas. Namun dari krisis itu, muncul energi perubahan. Demonstrasi, petisi, dan diskusi publik mengalir dari berbagai kalangan pelajar, aktivis lingkungan, relawan, hingga komunitas pecinta satwa.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kesadaran sosial masyarakat mulai bergeser. Kepedulian tak lagi terbatas pada hubungan antar manusia, tapi juga meluas ke hubungan manusia dan alam. Kebun Bintang Surabaya pun menjadi ruang refleksi tentang bagaimana kita memperlakukan makhluk lain yang tak bersuara, dan apakah nilai-nilai kemanusiaan kita juga mencakup perlindungan terhadap makhluk hidup yang tak berdaya.
Di era krisis iklim dan punahnya spesies secara masif, peran kebun binatang mengalami transformasi. Kebun Bintang Surabaya hari ini tak lagi hanya memajang hewan, tetapi juga aktif dalam program konservasi, penangkaran, dan edukasi lingkungan. Program edukasi lingkungan mulai digalakkan, termasuk melalui kerja sama dengan sekolah-sekolah dan komunitas. Pengunjung tak hanya diajak mengenal spesies hewan, tetapi juga memahami pentingnya menjaga ekosistem, mengurangi sampah plastik, hingga pentingnya pohon dan air bersih.
Di Kebun Binatang Surabaya, anak-anak bisa belajar tentang rantai makanan, keterkaitan antar makhluk hidup, cara berkembang biak dan dampak perusakan alam terhadap populasi satwa. Ini adalah bentuk pendidikan ekologis yang menyentuh hati dan logika melatih rasa ingin tahu sekaligus empati. Selain itu, keberadaan komunitas relawan satwa dan mahasiswa pecinta lingkungan yang rutin membantu Kebun Bintang Surabaya menunjukkan bahwa kebun binatang bisa menjadi simpul gerakan sosial-lingkungan yang nyata. Mereka tidak hanya menjaga hewan, tapi juga membangun kesadaran publik bahwa semua makhluk hidup memiliki hak untuk dilindungi.
Kebun Bintang Surabaya juga menjadi ruang publik yang mencerminkan dinamika sosial. Di sana, kita bisa melihat masyarakat dari berbagai latar belakang berbaur: keluarga, pedagang kaki lima, siswa, wisatawan, hingga penyandang disabilitas. Ruang terbuka hijau yang luas menjadi tempat interaksi sosial yang menyenangkan, tempat bermain anak-anak, dan kadang juga menjadi tempat kontemplasi tentang kehidupan.
Salah satu inovasi edukatif yang menarik di Kebun Binatang Surabaya adalah hadirnya perpustakaan mini yang terletak di dalam area kebun binatang. Keberadaan perpustakaan ini menjadi nilai tambah yang signifikan dalam mendorong minat baca anak-anak sekaligus memperkuat peran Kebun Bintang Surabaya sebagai wahana pembelajaran. Di tengah kicau burung dan gemuruh suara hewan, anak-anak bisa berhenti sejenak, duduk di kursi-kursi kayu, dan membaca buku bertema satwa, lingkungan, atau pengetahuan umum lainnya. Buku-buku yang tersedia dikurasi agar sesuai dengan usia dan ketertarikan anak-anak, mulai dari ensiklopedia hewan, cerita bergambar, hingga komik edukatif. Keberadaan perpustakaan ini bukan hanya simbol, tetapi juga bentuk nyata dari integrasi pendidikan formal dan nonformal. Anak-anak tak hanya melihat hewan secara langsung, tetapi juga bisa memperdalam pengetahuan mereka melalui bacaan yang informatif. Ini adalah pendekatan pembelajaran menyenangkan belajar melalui pengalaman dan eksplorasi. Selain itu, perpustakaan Kebun Binatang Surabaya juga kerap menjadi tempat kegiatan edukatif seperti mendongeng, lomba mewarnai, hingga kelas kecil tentang pentingnya menjaga hewan dan lingkungan. Kegiatan ini turut memperkuat koneksi emosional anak-anak terhadap hewan dan alam, sesuatu yang sulit diajarkan hanya melalui papan tulis di dalam kelas. Dengan semangat literasi lingkungan yang dikembangkan melalui perpustakaan ini, Kebun Binatang Surabaya tidak hanya membesarkan rasa ingin tahu anak-anak, tetapi juga membentuk generasi yang sadar akan pentingnya pengetahuan, empati, dan pelestarian alam.
Di tengah gempuran pusat perbelanjaan dan hiburan digital, Kebun Bintang Surabaya tetap menjadi salah satu ruang publik alami yang menyatukan manusia dengan alam dan sesamanya. Keberadaannya membuktikan bahwa rekreasi dan pendidikan bisa berjalan beriringan. Kebun Binatang Surabaya bukan tempat sempurna, tetapi potensinya sebagai agen perubahan sosial dan lingkungan sangat besar. Dari sebuah tempat yang sempat dikritik karena ketidakpedulian, kini Kebun Bintang Surabaya perlahan-lahan bangkit menjadi ruang pembelajaran yang membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Melalui pengelolaan yang lebih profesional, keterlibatan masyarakat, serta integrasi dengan pendidikan formal dan informal, Kebun Bintang Surabaya dapat menjadi contoh bagaimana sebuah ruang rekreasi bisa berubah menjadi ruang edukasi dan refleksi sosial-lingkungan yang hidup dan relevan.
Penulis : Novi Dwi Lestari & Aisyatul Munawaroh
Editor : Bayu